Wednesday, June 12, 2019
#LifeJourney 04: REVIEW BUKU ICHIGO
Apa jadinya jika kita membaca sebuah kisah perjuangan yang dimulai dari entry poin, process, hingga ending sama seperti yang kita sedang jalani atau kita harapkan? tentu sangat menarik bukan?
Yup! hal ini saya temukan hampir disetiap lembar buku ICHIGO: Studying in Japan: My Sweet & Sour Stories nya milik mba Icha (Izza Dinalhaque Pranatasari).
Ketika kita membaca buku yang ditulis oleh orang yang mempunyai hobi dan cita-cita yang sama dengan kita, rasanya tak bosan-bosan untuk menyisir setiap halaman buku tersebut, dan berharap halaman itu tidak akan pernah habis dan kisah tidak akan pernah usai :D
Buku yang ditulis dengan bahasa super renyah dan diterbitkan secara mandiri via nulisbuku.com ini saya fikir lebih ringan namun berbobot. Gaya bahasa yang ringan ini seakan-akan mba Icha seperti mengajak kita ngobrol dan menceritakan dengan santai pengalaman beliau selama kurang lebih empat tahun di Jepang.
Saya rasa itu pengalaman yang sangat sarat dan padat akan hikmah dari kisah perjuangan.
Walaupun konteks mengejar studi di Jepang ini agak berbeda dengan pivot saya, yaitu mengejar S2, dan mb Icha mengejar S1, tetapi dari buku tersebut ada beberapa poin yang saya garis bawahi yang kira-kira sangat menarik untuk saya, yaitu:
1. Keputusan memilih antara sekolah dalam negeri (bergelar) atau memilih meneruskan ke sekolah bahasa (non gelar).
Ini merupakan pilihan yang sedang saya rasakan sekarang-sekarang ini, dan cukup banyak pertimbangannya. Tetapi setelah membaca buku tersebut, saya jadi tercerahkan untuk memilih diantara kedua pilihan tersebut.
Memilih meneruskan ke sekolah bahasa dengan biaya pribadi menurut saya merupakan sebuah keputusan yang berat, kenapa tidak lebih baik mengambil yang pasti-pasti saja seperti sekolah di dalam negeri yang sudah pasti gelarnya? kenapa malah ke sekolah bahasa?
Saya kira pertanyaan tersebut akan terjawab pada buku ini.
2. Memutuskan untuk berhenti dari sekolah bahasa dan beralih ke program G30.
Pada bagian ini saya mendapat informasi dan cara pandang yang baru mengenai career path dari sekolah bahasa. Kalau baca buku tersebut, tentu kita akan tahu plus minus dari sekolah bahasa dan keputusan terbaik apa yang bisa kita buat untuk tetap mendapatkan kampus terbaik untuk sekolah kita.
3. Perjuangan mencari beasiswa yang luar biasa
Perjuangan penulis yang berangkat ke Jepang dengan biaya sendiri dan harus mencari beasiswa ini sangat menarik untuk dipelajari. Part tulisan Beasiswa yang sampai empat bagian ini setiap bagiannya selalu membuat penasaran, beasiswa apalagi ya yang bakal didapatkan oleh penulis?
Semangat dan jiwa pantang menyerah untuk survive di Jepang dengan beasiswa itu begitu luar biasa menurut saya. Ikhtiyarnya benar-benar maksimal. Dari sini saya belajar dan mendapat gambaran, bahwa self funding tidak akan mudah untuk melanjutkan studi di Jepang dikarenakan ketidakpastiannya mendapatkan uang untuk sekolah. Tetapi disatu sisi saya juga jadi tahu, dimana ada kemauan disitu ada jalan, selalu saja Allah bukakan pintu-pintu pertolongannya.
4. Sederet pengalaman Arubaito yang menarik
Terakhir, ini bagian yang saya kagumi, biasanya, kawan-kawan yang sekolah di Jepang, paling banter hanya mendapatkan pengalaman 4-5 jenis baito selama di Jepang, tetapi mba Icha ini sudah lebih dari 10!
Hal menarik lainnya juga jenis-jenis baitonya cukup jarang atau antimainstream, tidak selalu menjadi loper koran, dsb (apa karena perempuan kali ya).
Ya kira-kira itu beberapa poin yang bisa saya garis bawahi dari membaca buku ini. Saya ucapkan terima kasih atas pengalaman luar biasanya yang sudah tertuang dalam buku tersebut. Sepertinya banyak akan saya sharingkan, mengingat banyak sekali keputusan yang akan saya buat mirip dengan keputusan yang dibuat oleh penulis bertahun tahun lalu.
Arigatou gozaimashita!