Tentang sebuah cinta,
Seorang ustadz asal Yogyakarta pernah mengatakan arti dari sebuah cinta dan kerja cinta, yaitu bahwa sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus diupayakan. Dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.
Cinta tidak akan muncul dengan sendirinya, sebagai sebuah kata kerja, munculnya cinta tentu atas sebuah kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, bahkan dengan darah.
Kecintaan diri ini akan sebuah negara kelahiran bernama Indonesia itu tentu juga tidak muncul dengan sendirinya. Ia terpupuk dari sebuah rentetan fase kehidupan.
Bulan April 2019, merupakan bulan dimana Allah membukakan mata saya untuk melihat kondisi Indonesia untuk yang kesekian kalinya. Tetapi kali ini semakin jelas terlihat. Momentum saat itu yaitu bertepatan dengan Pemilihan Umum (Pemilu).
Kami yang diajarkan untuk sebisa mungkin dapat berkontribusi di tanah kami berpijak, sempat sedikit kaget melihat realita dilapangan yang terjadi pada sebuah proses pesta demokrasi yang sakral itu. Sebuah ajaran agama yang sering di dengar sepertinya berhasil menyadarkan kita, bahwa manusia akan selalu tergoda oleh tiga hal ini, Harta, Tahta, dan Wanita.
Proses pemilihan pemimpin di negeri ini tidak sebentar, ia memerlukan banyak sekali proses dan perjuangan, baik waktu, tenaga, dana, bahkan air mata. Persis seperti definisi cinta yang disampaikan seorang ustadz di paragraf awal tulisan ini.
Bulan April 2019 agaknya menjadi sebuah momentum pembuktian, pada waktu tersebut benar-benar terlihat, orang-orang yang benar-benar mencintai negeri ini, atau yang hanya berpura-pura mencintai negeri ini. Melihat realita demikian, saya hanya bisa berdoa, agar Allah senantiasa menjaga, melindungi, dan membarokahi negeri ini.
Pergulatan antara al haq dan al bathil akan terus berlanjut hingga hari akhir, setiap dari mereka pasti melakukan perjuangan yang besar dalam memenangkan cita-citanya. Tetapi bagi seorang yang benar-benar mencintai negeri ini, tentu akan melakukan upaya terbaiknya, agar cita-citanya yang dapat tegak berdiri.
Cinta itu semakin terpupuk kian hari, dan diri ini semakin mawas diri, akan sebuah kontribusi yang bisa dipersiapkan untuk esok hari. Ini bukan perlombaan yang singkat, tetapi kompetisi panjang yang memperlukan nafas yang berkesinambungan untuk menyambungnya.
Teruntuk generasi muda, boleh jadi saat ini kita hanya menjadi saksi atas sebuah realita dan fakta yang terjadi dilapangan saat ini. Begitu besar gurat hati bersikukuh untuk membukakan mata khalayak tentang kepada siapa mereka harus mendukung. Tetapi, hari esok, mungkin, akan menjadi milik kita, sebagai pemeran utama dalam menentukan perlombaan besar ini. Sudahkah kita memantaskan dan mempersiapkan diri?
Terucaplah deras syukur dan ucapan terima kasih kepada para 'senior-senior' yang sudah berupaya menjaga negeri ini dengan sekemampuan mereka.
Kini, jika tiba saatnya peran itu begulir kepada kita, masihkah kita siap dan bersiaga menerima tongkat estafet tersebut?
Kawan, selalu yakinlah, kenyataan hari ini adalah mimpi dimasa lalu, dan mimpi kita hari ini merupakan kenyataan di hari esok.
Di bulan April itu kami banyak belajar, proses perjuangan itu masih panjang, tetapi tidak mustahil, dan setelahnya kami mulai berjanji pada diri sendiri, untuk dapat berupaya semampu mungkin, walau hanya menjadi satu dari jutaan batu bata strategis untuk Indonesia yang berdaulat.
If you love your country, prove with your capability and quality as an Indonesian