Terkadang sewaktu kita menjadi
orang yang dipimpin, kita melihat segala sesuatu sesuatu kacamata kita sendiri.
Seperti kacamata kuda istilahnya, yang dipakai setiap acara pacuan kuda bagi
para kuda-kuda pelari. Sekali memakai kacamata tersebut, seekor kuda mempunyai
satu pandangan saja kedepan, lurus, tidak melihat sekitarnya. Ya setidaknya
itulah yang saya rasakan ketika dahulu menjadi jundi (orang yang di pimpin).
Lain
halnya ketika kita menjadi seorang pemimpin, maka pandangan yang luas, tajam,
menyeluruh itu dibutuhkan. Menjadi pemimpin berarti melepas kacamata kuda yang
selalu kita pakai selama kita menjadi jundi. Barulah setelah itu dilepas,
pandangan kita dalam menyelesaikan masalah akan terlihat begitu lebar, begitu
luas, maka dengan itu makna kebijaksanaan dalam mengambil keputusan menemukan
muaranya.
Terlebih
lagi, ketika menjadi jundi, saat menjadi peserta syuro dengan kita dengan kekeh nya mempertahankan pendapat kita,
melihat segala sisinya hanya dari pandangan kita dan menganggap pandangan
kitalah yang paling benar dan yang lain harus sepakat. Tetapi tidak demikian
ketika kita menjadi pemimpin syuro, segala macam pendapat dan pandangan agaknya
perlu kita kaji dalam-dalam, karena kebijakkan yang akan kita ambil nanti akan
menjadi alasan dasar dalam pengeksekusian kerja.
Suatu
ketika saat menjadi jundi, saya pernah mengkritik habis-habis mengenai cara
kerja suatu LDK yang terkesan seperti EO (Event
Organizer) banget. “Dimana peran LDK,
dimana manfaat untuk umat, dimana dakwah?!” kurang lebih pernyataan seperti
itulah yang saya lontarkan setiap kali melihat LDK-LDK yang kerjanya cuma ngadain event-event saja.
Tetapi,
suatu saat ketika menjadi ketua LDK, agaknya Allah memberikan saya karunia
untuk melihat lebih jauh, memandang lebih dalam, dan merenung lebih syahdu atas
segala macam agenda-agenda dakwah dan tudingan-tudingan EO itu. Dari hasil perenungan malam dan hari-hari itu, saya
menemukan sebuah kesimpulan, bukan sifatnya mengcounter tapi bersifat hasil perenungan keras selama ini, yang
menjawab pertanyaan apakah agenda-agenda besar yang diadakan LDK-LDK hanya
membuat LDK itu seperti EO saja?
Maka
dengan tegas saya menjawab, YA! LDK sebagai EO, dan EO itu adalah EO kebaikkan!
Mengapa? Karena kata Ali bin Abi Thalib kurang lebih begini, “Kebaikan yang tidak terorganisir akan
dikalahkan dengan kejahatan yang terorganisir”. Maka menjadi EO (Event
Organizer) untuk menanta dengan cantik, mengemas dengan rapih, dan memasarkan
dengan baik adalah salah satu bentuk dari perwujudan amal kebaikan.
Kalau
kita bisa melihat banyak sekali agenda-agenda besar dikampus yang sifatnya
hura-hura, jauh dari nilai-nilai moral apalagi agama, maka dari situ peran LDK
untuk membuat acara (syiar) yang menggemakan kampus tersebut! Menyaingi agenda
non moral yang besar itu dengan agenda syiar Islam yang besar, bahkan paling
besar di kampus.
Lalu
bagaimana dengan dakwah? Jika semua hanya fokus membuat event atau acara? Nah dari situ dibutuhkan perencanaan yang matang
terkait follow up agendanya. Jadi bukan
menyalahkan kenapa anak-anak LDK kerjanya buat acara terus, tetapi bagaimana
kita membuat follow up dari agenda
besar itu agar yang berpartisipasi diacara tersebut bisa kita dakwahi.
Ikhwatifillah,
terkadang kita memang sering sekali memakai kacamata kuda dikepala kita, sehingga
hal-hal yang begitu luas maslahatnya terkadang pandangan kita begitu kabur
untuk dapat melihatnya, meskipun secercah. Saya sering membayangkan, ketika
suatu saat dakwah tidak memiliki lebaga legal formal, lantas bagaimana cara
dakwah kita? Ya betul dengan fardiyah. Kalau kita sudah punya lembaga legal dan
formal, maka tahapan dakwah kita masuk ke ranah yang lebih jauh lagi, lebih
profesional. Tanpa harus mendegradasi dakwah fardiyah kita.
Sekali
lagi, bersyukurlah bagi kita yang sudah memiliki lembaga dakwah yang formal dan
legal, dapat dukungan dana, administrasi sudah settle, dan lain-lain. Bukan mengecam orang yang membuat acara,
karena saya-dan kita semua- yakin bahwasanya ada sebuah misi dakwah dalam acara
tersebut, ada sebuah tujuan dari event
yang kita adakan.
No comments:
Post a Comment