Pas saat lagi meluncur, tiba-tiba melihat sebuah artikel unik dan menggugah, tentang sebuah refleksi, refleksi dan cerminan dari seorang pemimpin sesungguhnya, yang mungkin kadang sudah terlupa dan terabai ..
Dengan hormat dan meminta izin menampilkannya di blog ini saya sertakan sumbernya http://idriwalmayusda.blogspot.com/2013/11/pantaskah-untuk-marah-dan-mengeluh.html
Semoga bermanfaat, selamat membaca !
“kita semua sama, terpenjara
dalam kesendirian hanya saja,
ada yang terkurung di ruang gelap
tanpa cahaya,
sementara yang lain menghuni
kamar berjendela”
-Kahlil Gibran-
Ada dua prinsip yang selalu saya
pegang ketika mengampu amanah didalam sebuah organisasi. Prinsip yang sangat
saya pegang terutama untuk amanah yang berkaitan dengan bagaimana mengelola
banyak orang. Prinsi yang saya pegang entah apapun badai yang menerpa. Prinsip
yang saya pegang karena dulu itu dinasehatkan kepada saya ketika ada keraguan
untuk mengampu amanah. Lebih tepatnya ragu akan diri sendiri.
Prinsip
pertama, “Jangan pernah
marah kepada anggota-anggotamu seberapapun emosinya dirimu”. Berat? Mungkin
beberapa dari kita akan berpendapat sepeti itu. Namun, sejatinya ini hanya lah
standar sederhana seorang pemimpin. Karena menjadi seorang pemimpin berarti
menjadi seseorang yang paling luas kesabarannya. Bersabar kepada siapa?
Bersabar kepada mereka yang ia pimpin. Bahkan batas kesabaran minimal seorang
pemimpin itu adalah sebanyak anggota yang dipimpin. Apabila kita menjadi
pemimpin untuk lima orang. Maka kita harus bersabar untuk lima orang itu. Bayangkan?
Untuk seorang pemimpin negara bahkan dunia? Kesabarannya haruslah sebanyak
rakyat yang dipimpinnya.
Maka prinsip inilah yang selalu saya
pegang. Prinsip ketika banyak hal dan masalah terjadi oleh anggota-anggota. Dari
hal yang mungkin bagi sebagian orang berkata bahwa memang patut untuk marah
atau hal yang patut membuat kita mengernyitkan dahi tanda tak percaya. Marah?
Emosi? Ya Rab, betapa sering terlintas di pikiran ini untuk kemudian
menumpahkan kemarahan. Yang mungkin dapat dikuatkan dengan dalih bahwa sudah
sepantasnya seorang pemimpin untuk marah sebagai cara untuk mengingatkan
anggotanya. Tapi, apakah semua selesai dengan kita marah dan menumpahkan emosi
sesaat? Sungguh bagi saya itu sangatlah tidak bijak.
Ya, dengan prinsip ini, beberapa dari
kita mungkin memberikan pendapat bahwa sebagai pemimpin kita tidak apa satu
waktu untuk marah. Bukankah marah wujud kita mengingatkan dan sayang. Maka bagi
saya, itu mungkin benar tapi bukankah ada wujud lain yang lebih tepat.
Prinsip
kedua, “Jangan pernah mengeluh
didepan anggotamu. Karena apabila seorang pemimpin sudah mengeluh, apa jadinya
anggotamu”. Ya, mengeluh adalah hal yang paling lumrah untuk setiap diri kita lakukan.
Apalagi bagi seorang pemimpin. Apabila kita bertanya kepada seorang pemimpin
apa impian mereka, target-target mereka, maka saya yakin mereka semua punya
itu. Jika seorang pemimpin tidak punya impian dan target itu, maka tidaklah
pantas dia menjadi pemimpin.
Namun, bagaimanakah seorang pemimpin
merealisasikan setiap impian & target? Tidak lain melalui anggota-anggota
yang berjuang bersama dengan dirinya. Maka disinilah dilematis seorang
pemimpin. Bisa jadi impian itu tinggi namun anggota-anggotanya belum siap dan
mampu meraihnya. Lalu apa yang seorang pemimpin lakukan? Mengeluh? Atau
menumpahkan keluhan itu diiringi rasa sesal dan marah?
Bagi saya, disinilah seorang pemimpin
akan berdamai dengan dirinya dan target-targetnya. Kalimat yang selalu saya
sampaikan untuk kondisi ini adalah
“Ingin rasa mengajak mereka berlari,
Namun bagaimana mungkin engkau berlari sedangkan mereka masih merangkak,
berjalan bahkan butuh dituntun dan didampingi”
Ya, itulah bentuk seorang pemimpin berdamai dengan
dirinya, berdamai dengan cita-citanya, berdamai dengan impiannya.
Sehingga
apa jadinya jika seorang pemimpin itu mengeluh. Mengeluh didepan
anggota-anggotanya. Bisa jadi dengan mengeluhnya dia, mereka yang awalnya bisa merangkak
atau berjalan menjadi tidak bisa bergerak lagi. Tidak bergerak karena tidak ada
alasan untuk bergerak, tidak bergerak karena tidak ada daya untuk bergerak
lagi. Karena mengeluhnya seorang pemimpin didepan anggota-anggotanya adalah
wujud keputusasaan diri seorang pemimpin. Apabila seorang pemimpin sudah
berputus asa. Apa jadinya anggota-anggotanya. Tentu mereka menjadi orang yang
lebih berputus asa.
Wallahu a’lam
Yk.1.11.2013
*Diruang tengah Andalusia
Idzkhir al-Mu’adz
No comments:
Post a Comment